Kita tidak tahu apa yang ingin dilakukan, tidak tahu apa
yang harus dilakukan, tidak mengerti apa yang sebenarnya ingin dilakukan, tidak
tahu mau apa, serta tidak tahu mau kemana. Membiarkan diri ini dalam
ketidaktahuan. Kita menampiknya dalam setiap perjalanan. Dengan kendaraan yang entah
akan membawa kita kemana. Sebab kita sendiri tidak mengetahui tujuan kita apa.
Kita tidak mempertanyakan hal tersebut. Kita menaiki
kendaraan yang salah sebab tidak bertanya. Kita enggan berani untuk
menanyakannya. Padahal kita bisa saja bertanya pada yang lebih tahu. Kita bisa
saja berusaha mencari tahu dan bertanya lagi pada diri kita sendiri. Saat sudah
turunlah baru kita tersadarkan. Setelah tersasar baru kita berusaha mencarikan
jalan yang benar.
Bisa jadi ada salah dari cara kita, sudah bertanya tapi
caranya salah atau pertanyaannya yang salah. Bisa jadi kita abai dan diam, malas
bergerak. Bisa jadi hal yang kita lakukan selalu berulang, tanpa improvisasi.
Kita tidak tahu caranya, dan diam saja saat terombang-ambing oleh arus perasaan
ragu. Hingga tenggelam dalam perjalanan yang panjang. Tahu-tahu sudah berada
ditempat yang asing. Bisa ditempat yang kita sukai atau justru tempat yang kita
benci.
Sebelum pulang kerja saya kembali melihat Youtube Pandji
Pragiwaksono, Work Life Trampoline. Jika ada seseorang yang bilang saya siap
kerja apa saja, artinya ia tidak memiliki kemampuan yang spesifik. Ia seakan tidak
memberikan solusi, misal mengisi posisi yang kosong karena memang bisa membantu
dalam hal itu. Ia lebih mementingkan kerja, dibanding apa yang dikerjakan. Ia
lebih mengutamakan dirinya sendiri. Bisa kerja apa saja karena yang penting
kerja, itu salah. Sebab alasan orang kerja harusnya bisa membantu perusahaan,
dengan mengisi posisi yang dibutuhkan. Entah mau kepepet karena tidak diterima
kerja, perusahaan tidak peduli. Sebab perusahaan bukanlah yayasan amal yang
memberikan uang secara gratis, gaji ialah timbal balik dari kontribusi yang
diberikan untuk menyelesaikan suatu tugas.
Apakah kita akan membiarkan kerja terus-menerus dalam
ketakutan dan hidup bersedih, ataukan melawan rasa takut itu untuk hidup lebih
bahagia? Ini sebenarnya juga menjadi pertanyaan pada diri saya sendiri. Akankah
kita selamanya akan menghabiskan waktu untuk bekerja pada hal yang tidak kita
sukai? Yang menghabiskan waktu hidup kita, letih dan capek tapi tidak bahagia.
Apakah hal demikian yang kita inginkan? Tadi sepulang kerja saya berbuka puasa
di halte. Saya melihat ada tiga perempuan yang saling berbincang, tertawa,
sepertinya menikmati sekali hidupnya. Kemudian saya pun pergi, setelah menghabiskan
satu teh kotak. Bahwa mengobrol dengan teman sefrekuensi sepertinya memang semenyenangkan
itu. Menikmati hidup dengan senyuman. Semoga tulisan kali ini bermanfaat untukmu,
dan kedepannya saya akan tetap menulis sebab ini ialah hal yang saya sukai, demikian.