Tidak Berekspektasi Apa-apa

Senin, 26 Agustus 2024 0 Comments

 Saya tidak tahu apa yang orang lain pikirkan dan rasakan, tapi bisa ditebak-tebak, serta dikira-kira. Meski belum tentu 100 persen benar. Bukan menghakimi, melainkan mengira, atau mempersepsikan.

Ketemu bertemu orang lain biasanya kita akan berekspektasi apa. Apakah ia orang yang seperti ini atau itu? Saat bertemu orang yang sudah dikenal tapi tidak berjumpa setelah sekian tahun, apa yang kita ekspektasikan? Apakah masih sesuai ekspektasi atau tidak, entahlah. 

Apakah ia banyak berubah atau tidak berubah sama sekali. Mungkin saja dia berubah banyak. Dan dia menjadi lebih baik. Atau dia tidak berubah. Lalu waktu yang berjalan terlalu cepat, dan berlalu, hingga ia belum sempat untuk berubah. 

Bisa juga kita yang malah belum berubah. Kita yang masih sama seperti yang dulu. Dan kini merasa minder dengan perubahannya yang progresif. Yang harus kita sadari bahwa setiap orang memiliki kisahnya masing-masing. Dia berubah bisa jadi karena sudah tahu apa yang mau dituju. Sementara kita berubah sambil menikmati keadaan dan tak lagi berpikir akan tujuan, yang sudah lama berdebu dan terlupakan. Tidak tahu tujuan apa yang selanjutnya ingin dicapai. Tidak perlu ini, tidak perlu itu, kita tidak tahu kapan harus bergerak. Kita tidak tahu apa yang perlu diprioritaskan. Kita lebih memilih melakukan yang kita suka, bukan apa yang kita bisa. Padahal kita sudah melangkah sejauh ini.

Jadi saat bertemu orang, punya pandangan boleh, tapi tidak perlu berlebihan dalam berekspektasi, atau lebih baik tidak berekspektasi apa-apa. Supaya lebih sigap dalam menemukan kesan dan pesan dari orang tersebut.

Saya sedih mendengar berita di China. Seorang anak kecil perempuan, yang ingin memberitahukan ibunya, untuk mengecek bajunya di mesin cuci. Tapi ibunya malah menghiraukannya. Padahal bajunya berlumuran darah karena ia sering dipukul oleh bapaknya. Hingga akhirnya meninggal. Momen terakhir itu menjadi hal yang paling disesali oleh ibunya. Anaknya yang pintar itu tidak akan bisa dilihatnya lagi. Ketidakpekaannya menghasilkan rasa bersalah dan penyesalan seumur hidupnya. Saya tidak tahu bagaimana perasaannya. Tapi saya tahu bahwa ia yang diabaikan, ia yang tidak dipercaya, bisa jadi sebuah masalah besar dikemudian hari jika enggan diperhatikan. Mudah-mudahan kita diberikan empati dan kepekaan untuk membimbing.



0 Comments:

Posting Komentar

Tolong menggunakan bahasa yang baku dan tanpa singkatan, terima kasih.

 

©Copyright 2011 Suka Narasi | TNB